Saturday, May 7, 2011

Apakah kita perlu menjadi sekutu AS?

Tewasnya Usamah bin Ladin alias Osama bin Laden memiriskan hati saya dan mungkin juga hati banyak muslim yang lain. Sampai di sana saja ternyata perjuangannya melawan AS. Di lain pihak di Indonesia, kiprah gerakan NII sedang hangat dibicarakan. Namun, kiranya mendirikan negara Islam Indonesia adalah hal yang amat sulit mengingat Indonesia adalah negara yang heterogen dan relatif lemah dibandingkan negara-negara Barat, terutama. Ini berbeda dengan Arab Saudi dan beberapa negara Islam lain yang relatif lebih homogen penduduknya. Selain itu belum jelas, seperti apa negara Islam yang dikehendaki apakah mengikuti Arab Saudi atau Iran dan seterusnya.
Berusaha menjadikan Indonesia negara Islam dengan kekerasan tidak hanya mengorbankan rakyat Indonesia sendiri secara langsung sebagai korban dari kekerasan NII dan kelompok sejenis, tetapi juga menjadikan Indonesia berhadapan negara AS dan sekutu-sekutunya. Bisa jadi negara-negara tersebut akan menyerbu Indonesia pada suatu waktu dengan alasan memerangi terorisme jika NII dan kelompok-kelompok serupa terus beraksi menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuannya, terutama jika dilakukan terhadap lokasi yang merupakan kepentingan mereka. Demikian juga andai Indonesia menjadi negara Islam, status ini akan mendapatkan pertentangan dari dalam dan luar negeri.
Lantas, perlukan kita menjadi sekutu AS supaya aman dari intervensi militer yang menyengsarakan rakyat seperti yang telah terjadi di Irak dan Libya? Rasanya posisi menjadi sekutu AS kurang sesuai bagi Indonesia. Lebih baik Indonesia menjaga jarak dengan AS, tidak perlu mendirikan negara Islam tetapi tidak perlu juga menjadi sekutu mereka.
Namun, sekarang Indonesia tidak menerapkan hukum Islam, tetapi juga posisi Pancasila sebagai dasar negara tidak jelas, tidak digembar-gemborkan seperti pada era kepemimpinan Soeharto dulu. Tidak jelas bagi saya apakah Pancasila masih diajarkan di sekolah-sekolah, apakah generasi muda sekarang memahami Pancasila yang bisa dijadikan sarana pemersatu bangsa itu. Menurut saya lebih baik memiliki Pancasila sebagai dasar negara daripada tidak memiliki dasar negara sebagai pegangan yang berlaku secara faktual sama sekali. Kurang berfungsinya Pancasila bisa menumbuhsumburkan gerakan kekerasan semacam NII yang pada akhirnya dapat menjebak negara kita dalam konflik dengan negara-negara Barat.
Seperti yang saya baca, selain merevitalisasi Pancasila, cara lain untuk meredam NII dan aksi terorisme adalah memakmurkan rakyat antara lain dengan memberantas korupsi. Sayangnya nampaknya korupsi sedang merajalela di negara kita justru dalam era reformasi ini.

No comments: