Home Sweet Loan
Beberapa hari yang lalu saya menonton film Home Sweet Loan (HSL) yang pada intinya
mengisahkan Kaluna yang berusaha mendapatkan rumah cicilan di antara konflik
dalam keluarga besarnya. Sebenarnya penceritaan film ini terlalu muda bagi
saya, kalau dilihat dari karakter utamanya yang berusia 20-30-an, tetapi waktu
itu memang saya sedang ingin menonton film dan HSL adalah pilihan yang paling
menarik bagi saya. Beberapa tahun terakhir ini saya melihat film Indonesia yang
ditayangkan di bioskop makin menarik ditonton. Menonton film buatan negeri
memiliki kesenangan dan kemudahan tersendiri karena kita tidak perlu
mengartikan percakapan para pemerannya. Lain halnya jika menonton film asing
terutama film Barat, jarak antara film dan saya sebagai penonton terasa lebih jauh,
meskipun ada subtitle alias takarir.
HSL juga mengisahkan kehidupan sehari-hari, yang bisa
berkaitan dengan banyak orang. Bagaimana tidak, tidak sedikit orang yang
berjuang untuk mendapatkan rumah yang makin lama makin mahal. Kisah cinta hanya
hadir sebagai bumbu. Secara keseluruhan saya merasa puas dan terkesan menonton
film ini. HSL terasa membumi, dibandingkan dengan
film Marvel yang tidak jarang terasa mengawang-awang. Namun, dengan menonton
film Barat seperti film superhero Marvel dan DC kita mendapatkan kelebihan
lain, seperti menikmati efek spesial dalam film-film yang pembuatannya bisa
mencapai puluhan juta dollar AS. Bayangkan, mereka sudah bersusah payah membuat
film yang mahal dan kita sebagai penontonnya hanya perlu mengeluarkan uang
beberapa puluh ribu rupiah untuk menikmati hasilnya.
25 Oktober 2024
No comments:
Post a Comment